Selasa, 02 November 2010

History of Winnie the Pooh

During the first World War troops from Winnipeg (Manitoba, Canada) were being transported to eastern Canada, on their way overseas to Europe where they should join the 2nd Canadian Infantry Brigade. When the train stopped at White River, Ontario, a lieutenant called Harry Colebourn bought a small female black bear cub for $20 from a hunter who had killed its mother. He named her 'Winnipeg', after his hometown of Winnipeg, or 'Winnie' for short.

Winnie became the mascot of the Brigade and went to Britain with the unit. When the Brigade was posted to the battlefields of France, Lt. Colebourn took Winnie to the London Zoo for a long loan. Formally Colebourn presented the London Zoo with Winnie in December 1919 where it became a popular attraction and lived until 1934.

The bear was also very popular by Christopher Robin, son of author A.A. Milne. It was his favorite at the zoo, and he often spent time inside the cage with it. The bear was Christopher Robin's inspiration for calling his own teddy bear Winnie.... Winnie the Pooh (this teddy bear started out with the name of Edward Bear). The name of Pooh originally belonged to a swan, as can be seen in a poem from Milne's When We Were Very Young.

A.A. Milne started to write a series of books about Winnie the Pooh, his son Christopher Robin, and their friends at 100-Aker-Wood. These other characters, such as Eeyore, Piglet, Tigger, Kanga and Roo were also based on stuffed animals belonging to Christopher Robin. Other characters as Rabbit and Owl were based on animals that lived, just like the swan Pooh, in the surrounding area of Milne's country home Cotchford Farm in Ashdown Forest, Sussex, on which 100-Aker-wood was based.

'Winnie-the-Pooh' was published by Methuen on October 14th, 1926, the verses 'Now We are Six' in 1927, and 'The House at Pooh Corner' in1928. All these books were illustrated in a beautiful way by E.H. Shepard, which made the books even more magical. The Pooh-books became firm favourites with old and young alike and have been translated into almost every known language. A conservative figure for the total sales of the four Methuen editions (including When We Were Very Young) up to the end of 1996 would be over 20 million copies. These figures do not include sales of the four books published by Dutton in Canada and the States, nor the foreign-language editions printed in more than 25 languages the world over!

The Pooh-books had also been favourites of Walt Disney's daughters and it inspired Disney to bring Pooh to film in 1966. In 1977 'the Many Adventures of Winnie the Pooh', the first feature-length animated film of Pooh was released. In 1993, the Walt Disney Company acknowledged that Pooh Bear is second only to Mickey Mouse in their portfolio of the most-loved and trusted characters known to millions of people all the world over. By 1996, after the second release of 'the Many Adventures of Winnie the Pooh', the Bear of Very Little Brain had proved to be more popular than any other Disney character. In 1997, thirty years after the release of 'the Many Adventures of Winnie the Pooh', Disney released 'Pooh's Grand Adventure', picking up where Disney's 22nd Masterpiece left off.

Rabu, 25 Februari 2009

Kabut khayal

Gubrak! aku terjatuh dari kayu sandarku. Lamunku semakin berat dan khayalku semakin tinggi, bagaikan burung mesin yang terbang ke angkasa. Entah mengapa aku menjadi sering terbang dalam kabut-kabut khayalku. teman sekolah dan guru-guru di sekolahku juga sering mengomentari kegiatan lamunku.

Aku dilahirkan dalam lingkungan keluarga yang kurang mampu, aku tinggal bersama orang tua serta kakak dan adikku. Rumahku bagaikan surga bagi keluargaku termasuk aku. Meskipun orang-orang memandang keluarga dan hunianku dengan sebelah mata. Ibu, bapak dan kakakku tak pernah malu dengan hunian yang terbuat dari lapisan triplek bekas. Meskipun begitu, keluargaku tak kunjung bosan untuk bergaul dan mengakui dirinya dalam dunia kemasyarakatan.

Aku menimba ilmu di SMAN 05 Cirebon, aku duduk di kelas 3 IPS yang merupakan kelas ilmu sosial di sekolahku. Alhamdulillah aku di pandang sebagai anak yang lumayan pandai oleh teman dan para guruku, aku selalu mendapat nilai melambung dan peringkat paling unggul setiap semesternya, tapi anehnya aku tak pernah dapat suport dan dukungan dari orang tuaku untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Ibu dan ayahku selalu berkata jangan pernah berfikir untuk masuk ke Universitas unggul, di Universitas biasa saja ibu dan bapak belum tentu bisa membiayai pendidikanmu. Betapa hancur dan sedihynya hatiku ketika aku mendengar lantunan kata itu dari bibir kedua orang tuaku. Aku sadar kan hal itu, karena orang tuaku tidak berkemampuan untuk membuayai pendidikanku. Satu minggu lagi UN akan diselenggarakan. Hatiku terus berdebar untuk menghadapinya, seolah tak siap untuk melawannya. Satu hari sebelumnya aku bertanya kepada kakakku, "Apakah kau rela melihat adikmu tak kuliah ka?" "Kamu jangan bermimpi!, untuk makan sehari-haripun susah, apalagi membiayai kuliahmu dik!" jawab kakakku dengan rasa kasihan. Terselenggaralah UN selama 4 hari. Waktu terus berjalan tanpa berhenti satu menitpun. Tibalah saat yang aku dan keluargaku tunggu pengumuman hasil kelulusanku, aku tak menyangka menjadi juara UN di sekolahku. namun sayang, aku tak dapat melanjutkan pendidikanku sampai Universitas.

Aku memutuskan untuk melamar kerja, tapi tak kunjung aku mendapatkannya. hingga aku menjadi seorang pembantu rumah tangga, di perumahan Pondok Indah, Jakarta. Aku sering kali di marahi oleh majikanku karena sering melakukan hobiku yaitu terbang dalam kabut kahayal. Aku berharap ada orang yang mau membiayai pendidikanku.


Entah mengapa semakin berjalannya waktu aku semakin tak nyaman dalam keadaanku belakangan ini. Aku selalu merasa terbelakang dan diacuhkan oleh keluargaku. Bagaikan manusia yang dijadikan tumpu permasalahan. Setelah satu tahun aku bekerja, aku dibiayai untuk melanjutkan pendidikanku, oleh majikanku. Aku di biayai kuliah di Universitas Kyoto, Jepang karena aku dianggap pandai oleh majikanku.

Setelah 4 tahun aku kembali ke Jakarta dan bekerja dalam perusahaan industri dunia "For The World" di Jakarta utara. aku dapat membangun sebuah rumah dan membiayai hidup keluargaku. Sehingga aku dapat hidup bahagia bersama keluargaku.

Para pembaca, ternyata berkhayal adalah kegiatan gratis yang dapat memotivasi diri. Ayo! teruslah berkhayal, jangan lupa do'a dan usahanya ya.......................